Saat ini masalah iklim menjadi hal yang mengkhawatirkan, dan harus segera dicari solusi tepat untuk mengatasinya. Hal yang banyak diperbincangkan untuk mengatasi masalah iklim adalah bagaimana mengganti energi yang bisa mencemari alam lalu menggantinya dengan penggunaan energi terbarukan.
Pentingnya keberadaan energi terbarukan ini membuat Eco Blogger Community bekerjasama dengan Traction Energy Asia mengadakan online gathering pada 17 November 2023 dengan tajuk ‘Mengulik Energi Terbarukan yang Sedang Ramai Diperbincangkan’.
Apa itu Energi Terbarukan?
Energi Terbarukan merupakan energi yang berasal dari alam dengan jumlah melimpah dan energi tersebut cepat untuk dihasilkan kembali. Karakteristik ini membuat energi terbarukan tidak cepat habis karena siklus terbentuknya energi ini terjadi secara kontinyu dan terus menerus.
Contoh-contohnya adalah energi angin, energi surya, energi biothermal (panas bumi), energi air, energi gelombang laut, dan bioenergi.
Energi Terbarukan merupakan kunci untuk mengatasi krisis iklim. Hal ini karena energi terbarukan memiliki banyak keunggulan, seperti rendah emisi, ramah lingkungan, harganya lebih murah, dan berpotensi untuk memunculkan lapangan kerja yang baru.
Berdasarkan penelitian, penggunaan energi terbarukan ini mampu menurunkan emisi karbon 1,25% per kapita. Hal ini sangat berpengaruh untuk perbaikan iklim karena salah satu yang menjadi penyebab terjadinya krisis iklim adalah gas rumah kaca. Apalagi aktifitas manusia juga menjadi penyebab semakin besarnya gas rumah kaca ini yang kemudian menjadi faktor pendukung terjadinya pemanasan global.
Selain rendah emisi, energi terbarukan juga ramah lingkungan. Apalagi karena sumbernya sudah berasal dari alam, maka biaya untuk mendapatkannya juga rendah atau murah. Sebagian sumber energi terbarukan ini juga lebih rendah menghasilkan emisi, sehingga lebih ramah lingkungan dibandingkan energi yang berasal dari fosil.
Selama ini, energi fosil untuk bisa berubah menjadi energi yang layak untuk digunakan harus melalui proses pemanasan yang mana bisa mengakibatkan munculnya gas karbondioksida, gas karbonmonoksida, dan beragam gas lain yang menjadi penyebab pemanasan global.
Selain polutan ini juga menghasilkan residu yang berbahaya apabila masuk ke dalam tubuh dan bisa menimbulkan penyakit.
Penerapan energi terbarukan ini juga bisa menghasilkan industri baru sehingga berpotensi memunculkan lapangan kerja baru.
Pemerintah dan Energi Terbarukan
Untuk penggunaan energi terbarukan, dukungan pemerintah sangatlah diperlukan, karena energi terbarukan ini masih menghadapi ketidakpastian pasar.
Indonesia sudah memiliki kebijakan energi nasional yang dikeluarkan tahun 2014. Dan pada tahun itu sudah ada target bauran energi terbarukan. Di tahun 2025 target bauran energi terbarukan harus bisa mencapai 23%, dan pada tahun 2050 harus sudah mencapai 31% sepanjang keekonomiannya terpenuhi. Setelah kebijakan energi nasional, ada juga rencana umum energi nasional sebagai turunan kebijakan energi nasional. Dalam rencana umum energi nasional ini ada target masing-masing energi terbarukan per tahunnya.
Selain itu, ada juga perpres no 112 tahun 2022 tentang percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan energi listrik. Semua aturan ini sangat penting untuk implementasi energi terbarukan di Indonesia. Dan ada satu lagi yang masih jadi pembahasan bersama, yaitu rancangan UU Energi Baru dan Terbarukan. Apabila kelak sudah disahkan, undang-undang ini menjadi bukti kepastian hukum dan menjadi basis pemanfaatan sumber Energi Baru dan Terbarukan (EBT) untuk tingkat nasional.
Sedangkan untuk tingkat internasional terkait energi terbarukan, Indonesia sudah menandatangani Paris Agreement atau perjanjian Paris di tahun 2016. Perjanjian Paris ditandatangani oleh negara-negara di dunia untuk menyetujui percepatan penurunan emisi di negaranya masing-masing. Hasil tanda tangan Indonesia di Paris Agreement ini disahkan dalam UU No. 16 tahun 2016.
Strategi Mitigasi Penurunan Emisi
Di sektor energi ada strategi mitigasi penurunan emisi, yaitu sebagai berikut:
1. Penurunan emisi dengan energi terbarukan.
2. Instalasi panel surya atap.
3. Penggunaan bioenergi di sektor transportasi.
4. Bahan baku pembangkit dari biomassa.
Pada tahun 2022 lalu, saat Indonesia menjadi tuan rumah KTT G20. Dalam acara tersebut, dari forum transisi energi ada beberapa produk yang dihasilkan atau dirumuskan di KTT G20, beberapa di antaranya ada Bali compact yang mana bertujuan untuk mempercepat target dan net zero emision di sektor energi, dan ada 9 prinsip yang menjadi landasan implementasi pencapaian net zero emision ini.
Selain itu, ada juga Just Energy Transition Partnership (JETP) yang merupakan program kemitraan Indonesia bersama beberapa negara maju yang diluncurkan saat pelaksanaan KTT G20 dengan komitmen pendanaan mencapai USD 20 miliar.
Implementasi Energi Terbarukan di Indonesia
Salah satu contoh energi terbarukan adalah biothermal atau panas bumi, dan Indonesia memiliki potensi terbesar kedua di dunia, dan di Indonesia ada Pertamina Biothermal sebagai stake holder pendukungnya.
Lalu, bagaimana panas bumi yang berada jauh di dalam tanah bisa menjadi pembangkit energi? Panas bumi dihasilkan dan tersimpan di dalam inti bumi, di mana air tanah dipanaskan dengan panas bumi, kemudian air tersebut akan menguap, dan uap inilah yang akan menggerakkan turbin. Setelah turbin bergerak lalu akan mengalir ke generator untuk menghasilkan listrik.
Dari uap sisa yang digunakan untuk menggerakkan turbin, uap tersbeut akan masuk kembali ke dalam bumi dan siklus pembangkit listrik tenaga biothermal akan diulang secara terus menerus.
Selanjutnya yang bisa dimanfaatkan adalah energi matahari. Energi matahari atau energi solar bisa ditangkap oleh panel surya yang kemudian bisa diubah menjadi energi listrik. PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) tidak selalu diletakkan di daratan, karena saat ini ada PLTS terapung Cirata yang terletak di waduk yang ada di Purwakarta. PLTS Cirata ini akan menumbuhkan investasi hijau di Indonesia. Hal ini tentunya menjadi kabar yang baik.
Penerapan PLTS Atap memiliki kelemahan juga, yaitu:
- Sangat Tergantung pada Kondisi Cuaca.
- Insalatasi Panel Surya Atap cukup mahal.
Jelantah Sebagai Sumber Energi
Jelantah yang biasanya dianggap tidak diperlukan karena merupakan sisa penggorengan, ternyata bisa menjadi bahan baku bioenergi.
Minyak jelantah mempunyai komposisi kimia yang menyerupai minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel, minyak jelantah juga merupakan limbah yang berbiaya ‘murah’ dan rendah emisi GRK, selain itu berdasar data BPS, kenaikan konsumsi minyak goreng di sektor rumah tangga sebesar 2,32% per tahun selama 2015-2020.
Berdasarkan data Traction Energy Asia tahun 2022, total potensi minyak jelantah dari rumah tangga dan unit usaha mikro di level nasional sebesar 1,2 juta kilo liter yang mana mampu menyumbang sekitar 8%-10% kebutuhan biodiesel nasional. Dan campuran dari minyak sawit dan minyak jelantah ini mampu menurunkan emisi sebanyak 2,4-24% dari total target penurunan emisi sektor energi.
Oleh karena itu, regulasi tata kelola dan tata niaga minyak jelantah sangatlah diperlukan agar ke depannya bisa diolah secara masiv.
Kesadaran akan energi dan kondisi iklim memang harus dilakukan dari diri sendiri, beberapa contohnya bisa dengan menggunakan kendaraan ramah lingkungan, menggunakan moda transportasi publik, mencabut atau mematikan alat elektronik yang tidak digunakan, serta mengatur perjalanan dengan efisien agar tidak boros bahan bakar. (*)
Referensi:
Online Gathering Eco Blogger Community & Traction Energy Asia (17 November 2023)
Posting Komentar