Kekerasan berbasis gender masih banyak terjadi di Indonesia, karena hal ini pula Unit Organisasi Pusat Penguatan Karakter menggelar webinar dengan tema ‘Anti Kekerasan Berbasis Gender, Sabtu 21 November 2020 lalu dengan narasumber Maria Ulfah Anshor (Komisioner Komnas Perempuan), Gisella Tani Pratiwi (Psikolog Yayasan Pulih), dan Indra Brasco (public figur dan orang tua).
Mengenal Kekerasan Berbasis Gender
Dalam webinar tersebut dijelaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk dalam kekerasan berbasis gender, dimana terjadi tindakan fisik atau nonfisik yang menyerang atau merendahkan seksualitas tubuh orang lain secara paksa.
Ada beragam jenis kekerasan berbasis gender yang harus diketahui:
- Kekerasan Fisik: pemukulan, tamparan, penyiksaan.
- Kekerasan Psikis: penghinaan, makian, perundungan.
- Kekerasan Seksual: pemerkosaan, pencabulan, kawin paksa, serangan tak senonoh.
- Kekerasan Sosial: pembatasan ruang gerak, larangan bersosialisasi, pengucilan dalam keluarga atau komunitas sosial.
- Kekerasan Ekonomi: pemaksaan untuk bekerja, tidak diberinya upah kerja.
Tak hanya di dunia nyata, kekerasan juga terjadi di dunia maya. Tahun 2020, pengaduan kasus kekerasan perempuan dalam dunia digital yang diterima oleh Komnas Perempuan meningkat, dari 97 kasus tahun 2018 menjadi 281 kasus tahun 2019.
Fenomena Gunung Es
Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2020, ada 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan. Sedangkan untuk kekerasan terhadap anak, dari 1 Januari – 24 Juli 2020, ada 3.296 anak perempuan dan 1.319 anak laki-laki korban kekerasan.
Meski banyak yang sudah terungkap, namun kekerasan berbasis gender serupa fenomena gunung es. Masih banyak kasus yang tidak terungkap, karena banyak korban yang memilih diam karena beragam alasan, seperti rasa malu, takut disalahkan, atau pelakunya orang terdekat.
Akar Kekerasan Berbasis Gender
Kekerasan berbasis gender di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, karena adanya akar kekerasan berbasis gender di masyarakat, yaitu:
- Relasi Kuasa
Adanya ketimpangan hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki yang berlangsung di rumah, tempat kerja, juga di masyarakat.
- Ideologi Patriarki
Ideologi patriarki membuat peran laki-laki dipandang lebih dominan daripada perempuan.
Pencegahan dan Penghentian Kekerasan Berbasis Gender
Pencegahan dan penghentian kekerasan berbasis gender perlu sinergi dari berbagai pihak, yaitu:
- Individu
Individu dibekali pengetahuan tentang kekerasan berbasis gender, bagaimana pencegahannya, dan kemana harus melaporkannya apabila menjadi korban.
- Microsystem
Menumbuhkan relasi yang baik antara anak dan orang tua/keluarga, dengan bekal pendidikan dan parenting yang baik.
- Mesosystem
Lingkungan yang ada di sekitar individu seperti sekolah dan komunitas juga harus ikut mengambil andil dengan pemberian perlindungan.
- Macrosystem
Dalam ranah macrosystem, pencegahan bisa dilakukan dengan penguatan kerangka hukum, kebijakan, dan pengaturan, seperti UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang perlu diagendakan kembali untuk kemudian dibahas dan disahkan.
Ayo Gerak Bersama!
Dari beragam cara pencegahan dan penghentian kekerasan berbasis gender di atas, bisa disimpulkan bahwa semua pihak harus gerak bersama. Oleh sebab itu, apabila mengetahui atau melihat kekerasan berbasis gender, hal berikut harus dilakukan:
1. Amankan korban
2. Jangan menghakimi atau memaksakan nasihat pada korban
3. Melapor ke nomor-nomor untuk mendapat perlindungan korban:
Komnas Perempuan: 021 3903963
Yayasan Pulih: 021 78842580
LBH Apik Jakarta: 0812 8555 2430/021 87797289
LBH Apik Semarang: 024 3510499/089 668 505 990
Rifka Annisa Yogyakarta: 0823 0673 8686
Selamat atas kemenangannya, Mbak Icha. Salam kenal 😊
BalasHapusHalo, Mbak. Terima kasih, salam kenal juga :)
Hapus