Tania adalah cewek yang ramalanholic. Ia sangat percaya dengan ramalan dan selalu mengaitkan kehidupan sehari-harinya dengan ramalan. Suatu hari ada peramal yang mengatakan jika air akan mendekatkan jodohnya. Tania percaya jika itu yang dimaksud peramal itu adalah Doni, cowok keren di sekolah. Ternyata Tania salah, Doni sudah jadian dengan orang lain. Tania jadi putus asa, hingga kemudian air benar-benar mendekatkannya dengan seorang cowok, bukan Doni, tapi Panji, cowok yang sudah menyukai Tania sejak SD hingga kini mereka duduk di bangku SMA.
Jantung Bulan (Sumber: Stux/Pixabay) |
“Gue yakin banget, Dil. Doni itu adalah pangeran yang dikirim Tuhan buat gue,” ucap Tania dengan berapi-api.
Sepanjang koridor menuju kelas Dila hanya bisa mengangguk-angguk, nggak ngerti harus komentar apa.
“Lo yakin Doni emang jodoh lo?” tanya Dila kemudian.
“Menurut ramalan bintang dan ciri-ciri yang dibilang Madam Jilo sih gitu. Madam Jilo bilang kalau jodoh gue itu udah deket dan ada di sekitar gue. Doni banget, kan?”
Sebenarnya dalam hati Dila agak menyesal juga kenapa mengiyakan ajakan Tania ke tempat Madam Jilo pas ada Festival di sekolahnya minggu lalu. Akibatnya Tania jadi makin cerewet banget masalah Doni. Tania emang Ramalanholic. Bisa dibilang semua yang dilakukannya tiap hari itu berlandaskan ramalan.
Pernah suatu hari di hari pertama MOS, Tania pakai pita warna ungu. Padahal jelas-jelas panitia MOS nyuruhnya pakai pita merah putih. Itu karena ramalan bintang di majalah langganan Tania bilang kalau ungu adalah warna keberuntungannya minggu ini. Akibatnya bisa ditebaklah, Tania dihukum suruh lari keliling lapangan sekolah.
Nggak cuma itu aja, Tania pernah rela jalan kaki dari rumah sampai sekolah yang jaraknya dua kilometer lebih, gara-gara ramalan bintang bilang kalau soal kesehatan, Tania harus perbanyak jalan kaki. Secara Tania enggak pernah jalan kaki jauh, sesampainya di sekolah Tania pun pingsan dengan sukses.
Dila yang udah jadi soulmatenya Tania sejak kecil pun cuma bisa garuk-garuk kepala ngadepin temennya.
“Lo kok masih percaya ramalan gituan, sih? Kalau menurut gue, ya. Ramalan itu buat jaga-jaga ke depan. Bukan untuk dipercaya seratus persen,” nasihat Dila sambil membetulkan letak kaca matanya yang melorot gara-gara hidungnya mancung ke dalam.
“Dil, lo nggak inget kalau banyak ramalan tentang gue yang pas? Apalagi soal Doni,” Tania duduk di salah satu bangku diikuti Dila saat mereka sudah sampai di kantin.
“Soal jodoh lo?” tanya Dila.
“Yup, betul banget,” jawab Tania.
Tania pun mulai menjabarkan ramalan-ramalan penting yang menurutnya berkaitan dengan Doni. Pertama, ramalan bintang kalau tak lama lagi ada pangeran yang akan datang. Dua hari kemudian ada murid baru yang gantengnya kayak Afgan, yaitu Doni.
Kedua, di ramalan bintang tertulis kalau tak lama lagi orang berbintang Leo kayak Tania bakal lebih dekat dengan jodohnya. Ternyata saat praktikum belah kodok, Tania satu kelompok dengan Doni.
Ketiga, ramalan bintang juga bilang kalau asmaranya lagi tak menentu, menurut Tania itu bisa dilihat pas Doni maju ke depan kelas saat disuruh ngerjain soal Kimia dan Doni nggak bisa. Itu bikin hati Tania ikut tak menentu.
“Itu mah, bisa-bisanya lo aja, Ta. Apalagi ramalan bintang yang terakhir lo sebutin itu. Mana ada ramalan asmara disambungin sama Doni yang nggak bisa ngerjain soal Kimia,” ujar Dila sewot.
“Ya, bisa dong. Doni yang bingung ngerjain soal Kimia, bikin hati gue ikutan nggak menentu.” Tania mempertahankan pendapatnya.
“Coba kalau gue pinter Kimia, pasti gue bakal maju ke depan kelas dan bantuin dia. Pahlawan banget gitu,” khayal Tania.
“Kenapa lo nggak bantuin dia?”
“Kan gue udah bilang, Dila. Coba kalau gue pinter Kimia. Kan lo tahu sendiri kalau soal itung-itungan gue sukanya nyolek lo,” Tania nyengir sambil kemudian merangkul leher Dila yang bikin Dila megap-megap sesak nafas.
“Ta, gue gak bisa nafas,” Dila mencoba melepas pelukannya dari Tania.
“Eh, sori-sori,” Tania minta maaf sambil nyengir.
“Tapi, maksud Madam Jilo air akan mendekatkan gue sama jodoh gue apa ya, Dil?”
“Mana gue tahu, jodoh lo tukang gali sumur, kali,” jawab Dila sekenanya.
“Idiiiiih, Dilaaa,” teriak Tania.
***
Tania memang masih teringat dengan ucapan Mama Jilo hari minggu kemarin. Tania dan Dila datang ke Madam Jilo yang lagi buka stand di acara festival musik SMA di sekolah.
“Dil, ke situ, yuk,” ajak Tania seraya menunjuk ke salah satu stand yang bentuknya kayak tenda musafir dengan tulisan ‘Madam Jilo’ di atas pintunya.
“Ngapain, sih?” tanya Dila enggan.
“Bentar aja. Pliiiis,” Tania merajuk seraya menarik lengan Dila. Akhirnya Dila pun melangkah mengikuti Tania.
Mereka pun masuk ke tenda kecil berwarna putih yang di pintunya dihiasi gantungan ronce manik-manik. Sesampainya di dalam, pandangan mereka tertuju pada sebuah bola kaca yang bersinar. Di belakang bola kaca ada seorang perempuan bergaya gipsi yang sedang memainkan tangannya di sekitar bola kaca.
“Silakan duduk,” perintah Madam Jilo.
Tania dan Dila mengikuti perintah Madam Jilo.
“Pasti mau tanya soal jodoh, ya?”
“Iya betul, Madam,” jawab Tania dengan mata berbinar.
Madam Jilo memejamkan matanya dan memutar bola kaca di depannya.
“Jodohmu sudah dekat, dia ada di sekitarmu. Air akan semakin mendekatkan kalian berdua.” Madam Jilo menjelaskan sambil tetap memutar tangannya di sekitar bola kaca.
***
“Balik ke kelas, yuk,” ajak Tania setelah menghabiskan satu mangkuk bakso dan segelas es teh manis.
“Yuk, udah mau masuk. Habis ini kan Pak Johan, bisa disuruh tutup pintu dari luar kalo telat,” ujar Dila seraya menyeruput tetes terakhir es cendolnya.
“Gue ke kasir dulu, ya.” Tania pun meluncur ke arah kasir.
Tiba-tiba ....
“Aaaarrrgh.” Dila yang masih asyik menghabiskan es cendolnya kaget mendengar teriakan Tania.
“Aduh, maaf banget. Gue nggak sengaja,” ucap cowok berbadan jangkung yang ternyata Doni.
“Iya, ng... nggak apa-apa kok, gu... gue yang salah,” ujar Tania terbata.
“Kenapa, Ta? Kok baju lo basah gini?” tanya Dila yang nggak sempet lihat adegan sebab histerisnya Tania.
“Sorry, gue tadi nggak sengaja nabrak Tania. Jus yang gue bawa tumpah ke bajunya,” jelas Doni dengan wajah bersalah
“Enggak apa-apa kok, Don. Yuk, Dil,” Tania yang gugup menghadapi Doni pun akhirnya menarik tangan Dila untuk segera kembali ke kelas.
***
“Kayaknya baru lo aja, Ta. Orang yang bajunya ketumpahan jus tapi malah seneng,” kata Dila saat melewati lapangan basket sepulang sekolah.
“Gimana gue nggak seneng, Dil? Yang nabrak gue itu Doni, dan yang numpahin jus ke seragam gue itu juga Doni,” kata Tania girang.
“Terus... gue harus bilang wow, gitu?”
“Iya, dong. Lo harus bilang wow!”
“Heiii, lagi ngomongin apa, sih? Lagi ngomongin gue, ya?” Panji tiba-tiba datang dan menyejajari langkah mereka berdua.
“Idiih, jangan ge er, lo. Ngapain juga ngomongin lo, kurang kerjaan banget,” ujar Tania sewot.
“Aduuh, yayang jangan sewot gitu, dong. Ntar ilang lho cantiknya,” Panji cengar cengir.
“Yayang... yayang.... Jangan sembarangan, ye. Nama gue Tania, bukan Yayang. Udah yuk, Dil. Tinggalin cowok sableng ini.” Tania menarik Dila pergi menjauh dari Panji.
Panji yang ditinggal sendirian pun berteriak dari tempatnya berdiri.
“Tania... gue sayang sama lo.” Teriakan keras Panji sontak membuat semua mata murid yang baru keluar kelas memandang ke arahnya.
Tania pun kaget dan berlari meninggalkan sekolah sebelum dibuat lebih malu lagi oleh Panji.
***
“Dil, ternyata bener apa yang dikatakan sama Madam Jilo,” ujar Tania dari atas tempat tidur di kamarnya.
“Maksud lo?” Dila yang sedang membolak-balik buku fisikanya menoleh pada Tania.
“Soal air akan mendekatkan gue sama jodoh gue.”
“Tania sayang... lo itu cuma nggak sengaja ketumpahan jus, bukan kesiram air seember.”
“Justru itu, Dil. Yang nggak sengaja itu biasanya jodoh.” Tania mempertahankan pendapatnya.
“Terserah lo aja deh, yang penting PR Fisika ini dikelarin dulu.” Dila yang emang langganan rangking satu itu mulai mengalihkan perhatiannya lagi ke buku Fisika di depannya.
“Gue ngikut lo deh, kalo udah kelar. Nanti gue nyontek aja. Lo kan tahu otak gue pas-pasan kalo itung-itungan. Gue mau baca ramalan bintang gue minggu ini dulu.” Tania nyengir kuda sambil membolak-balik majalah yang baru dibelinya sepulang sekolah tadi.
Dila hanya bisa menghela nafas dan kembali menekuni soal-soal Fisika di hadapannya.
***
“Nih, udah selesai.” Dila mengangsurkan buku Fisikanya pada Tania yang masih asyik baca majalah.
“Gila! Cepet banget. Gue aja belum kelar baca majalah.” Tania kagum dengan kehebatan Dila yang emang encer banget otaknya. Nggak salah deh jadi siswa berprestasi tiap tahunnya.
“Siapa dulu, dong. Gue gitu. Udah sana kerjain.” Tania mulai mengerjakan atau lebih tepatnya menyalin jawaban PR Fisika Dila.
Tania sebenarnya cewek cantik dan pintar, tapi males kalau udah urusan angka. Tania emang males kalau suruh hitung-hitungan, kecuali hitung duit, hehehe. Tania lebih berbakat di bidang mengarang, makanya Dila selalu mengandalkan Tania kalau ada tugas Bahasa Indonesia. Jadi simbiosis mutualisme gitu.
“Akhirnya selesai juga.” Tania merentangkan tangannya, mengendurkan otot-ototnya yang kaku karena nyalin jawaban Fisika yang njlimet.
“Ta, gue boleh nanya gak?” tanya Dila dari balik majalah yang ia baca.
“Serius amat. Tanya aja.”
“Lo nggak ada rasa gitu sama Panji?” Ditanya seperti itu Tania langsung melotot ke arah Dila.
“Enggak, kenapa?”
“Dia kan cinta mati sama lo dari SD, Ta. Kita bertiga itu udah jadi temen dari kecil dan gue itu tahu banget kalau Panji udah naksir lo dari zaman kuda gigit besi,” ujar Dila.
“Emang sekarang kuda gigit apa?”
“Gigit Hot dog,” jawab Dila agak senewen.
“Ta, ingat nggak pas lo dihukum gara-gara pake pita ungu? Dia bela-belain bikin kesalahan biar dihukum kakak kelas, terus bisa nemenin lo lari keliling sekolah,” jelas Dila.
“Iya, gue tahu. Terus?”
“Terus lo nggak ingat pas lo pingsan gara-gara jalan kaki dari rumah cuma karena nurutin ramalan majalah. Dia kan nemenin lo di UKS sampai lo sadar.”
“Tapi gue nggak cinta sama dia, Dil. Gue cuma cinta sama Doni. Titik. Udah deh, nggak usah ngomongin Panji, enakan ngomongin ramalan di majalah minggu ini. Kata ramalan bintang di majalah, cowok yang gue idamkan bakal nyatain cinta ke gue.”
“Gue nggak yakin,” potong Dila.
“Aduh, Dil. Jangan gue jadi patah semangat gitu, dong.”
“Bukannya gue mau bikin lo patah semangat, Ta. Gue cuma mau bikin lo belajar realistis aja.”
“Tapi nggak ada salahnya kan gue berharap,” ucap Tania.
“Nggak ada salahnya juga kan lo buka hati buat Panji,” goda Dila yang disambut lemparan bantal oleh Tania.
***
“Dila, lo dimana?” suara Tania terdengar terbata di ujung telpon.
“Gue di rumah, Ta. Lo kenapa? Lo nangis?” tanya Dila panik.
“Ramalan itu bohong, Ra.” Tanpa aba-aba, tangisan Tania pun meledak dan semakin keras. Di tengah tangisnya, Tania bercerita kalau dia baru saja bertemu dengan Doni saat mengantar mamanya belanja ke Mall. Tapi Doni tak sendiri, dia bersama Helen, dan mereka ternyata sudah jadian sejak seminggu yang lalu.
“Gue ke rumah lo, ya, Dil,” pinta Tania di tengah isaknya.
“Oke, ke sini aja,” jawab Dila cepat.
***
Tania berjalan kaki ke rumah Dila karena jarak rumah mereka memang dekat, masih satu komplek. Sepanjang jalan Tania hanya melamun sambil menahan air matanya. Namun, tiba-tiba Tania berteriak ketika ia mendapati bajunya sudah basah kuyup.
“Siapa yang nyemprot air sembarangan, sih?!” Tania mulai sewot.
“Tania..., maaf Ta, gue nggak sengaja. Serius gue nggak lihat, gue lagi nyuci mobil, eh, tiba-tiba lo lewat. Kesemprot, deh.” Ternyata yang baru saja menyemprotnya dengan air hingga basah kuyup adalah Panji.
Tania menatap Panji, Tania ingin marah, tapi ia justru menangis.
“Aduh, jangan nangis, dong. Gue nggak sengaja, Ta.” Panji segera mendekati Tania yang menangis.
Panji bingung bagaimana menenangkan Tania, ia makin bingung ketika tiba-tiba Tania memeluknya dan menangis di pundaknya. Panji pun membalas pelukan Tania dan berharap tangis cewek yang dicintainya itu segera mereda.
Tania menangis bukan karena tersemprot air, tapi karena hatinya masih sakit karena patah hati.
Dalam tangisnya, Tania teringat kembali dengan ramalan Madam Jilo. Air akan mendekatkan Tania dengan jodohnya. Entah Panji itu benar jodohnya atau tidak. Yang pasti saat ini Tania ingin menangis dalam pelukan Panji, cowok yang diam-diam telah mengisi hatinya. (*)
wah kocak disemprot air. duh tania jangan kebanyakan dengerin ramalan, nanti bisa syirik ya nak. percaya sama qodo dan qadr aja hehe
BalasHapusWaduh, dua orang naama itu yaitu Tania dan Panji merupakan teman kerjaku nih mba. Sayang tania udh resign skrng. kira kira tania dan panji dalam crita mba Richa berjodoh ga nih
BalasHapushehehe bagus mbak ceritanya dilanjutin dunk..ku juga klo lagi sumtuk suka banget baca cerpen kyk gini ringan dan menghibur hihi
BalasHapusHahaha aku pernah juga nih percaya ramalan seperti Tania wkwkwkw, seru ringan nih baca seperti ini bikin mesem2 sendiri .
BalasHapusCerpen nya bagus.. kuat di dialognya. Lanjutkan...
BalasHapusDuh kasihan Tania, basah terus baik baju dan hatinya hihi... Dah lama ga baca cerpen remaja, menarik dan bagus alurnya
BalasHapusHahaha gokil ceritanya. Gara-gara madame jilo ini.. lagian Tania percaya amat sih sama ramalan..
BalasHapusNah tinggal.milih tuch tania... antara doni sama panji... sama sama didekatkan dengan air...
BalasHapusWah wah wah tania ini seperti cerita anak-anak zaman now ya. Terlalu percaya sama ramalan, semoga aja lambat laun semakin yakin bahwa percaya itu sama takdir Allah bukan sama ramalan hehe.
BalasHapusKak... Kak zaman aku es em pe belum tahu ramalan itu syirik aku juga suka banget dengan ramalan bintang. Mulai dari majalah maupun acara planet remaja apa ya, Kadang ngelakuin hal gila gini juga wkwkwk jadi misal diramal jaga kesehatan ya dijaga bener kesehatannya hehehe
BalasHapusDuh, madam Jilo... Bikin Tania jadi rusuh. Tapi, ramalan tuh emang masih sering dipercaya ya, kak. Sama anak jaman now
BalasHapusHahaah, ramalan terlalu dipercaya dan itu masih ada yg percaya. Kisah Tania nih mengingatkanku masa SMA dan SMA dulu, sering cari info ttng ramalan bintang, wkwkw
BalasHapusAku terotak suaramu pas baca ini mbak. Jadi berasa kamu yang bacain. Ceritanya menarik. Gak sayang dipost di sini? Gak bikin draft aja?
BalasHapusWakakkakka. Ngotot banget sih minta Doni. Alhasil sakit kan? Dah ama Panji aja. Wakakaak.
BalasHapus