Wakaf merupakan ibadah
yang berkelanjutan, mengapa disebut demikian, karena pahala wakaf tidak hanya
akan diterima wakif (orang yang berwakaf) ketika masih hidup saja, namun akan
diterima hingga wakif meninggal dunia.
Tidak hanya pahala
wakaf saja yang memiliki dampak yang berkelanjutan, namun wakaf juga bisa
memberikan dampak yang luas bagi kesejahteraan umat. Hal ini karena sebuah
harta yang telah diwakafkan, hukum kepemilikannya tidak lagi menjadi milik
wakif atau ahli waris wakif, namun sudah menjadi milik publik atau umat.
Maka dari itu, selama
harta wakaf dimanfaatkan oleh umat untuk kebajikan, maka pahala kebajikan
itulah yang akan terus mengalir pada wakif hingga wakif meninggal dunia, karena
wakaf bisa disebut juga dengan amal jariyah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Ketika seseorang telah
meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali 3 (perkara); shadaqah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang berdoa baginya.”
Menelisik
Potensi Wakaf di Indonesia
Menurut data dari Badan Wakaf
Indonesia (BWI), potensi wakaf di Indonesia mencapai angka Rp 2.000 triliun per
tahunnya dengan kisaran luas tanah wakaf mencapai 420.000 hektare.
Meski tanah wakaf
di Indonesia mencapai 420.000 hektare, akan tetapi dalam catatan Badan Wakaf
Indonesia (BWI), baru sekitar 62% saja
yang mempunyai sertifikat wakaf. Hal ini tentunya menjadi tambahan
problematika, dimana tanah wakaf tidak akan bisa dikelola dengan baik apabila
tidak memiliki sertifikat.
Minimnya
tanah wakaf yang memiliki sertifikat ini sebenarnya terjadi karena terbatasnya
kompetensi nadzir atau pengelola wakaf. Banyak nadzir atau pengelola wakaf di
Indonesia yang bekerja secara sukarela dan kurang memahami tugasnya sebagai
nadzir. Nadzir tersebut hanya menerima wakaf tanpa melakukan pengelolaan
berkelanjutan, termasuk melakukan pengurusan sertifikat tanah wakaf tersebut.
Padahal pengelolaan berkelanjutan pada tanah wakaf akan membuat tanah wakaf tersebut
dapat memberikan manfaat yang lebih besar untuk umat.
Ketika Tanah Wakaf
Tidak Produktif
Di
Indonesia, pemanfaatan tanah wakaf identik dengan masjid serta makam.
Masjid-masjid dibangun dari hasil wakaf, dan setiap tahun masjid yang dibangun
kian hari kian bertambah. Namun, apakah ini bisa menjadi tolak ukur bahwa wakaf
di Indonesia berhasil?
Ternyata tidak, justru
ini menjadi problematika tersendiri dimana wakaf tanah selalu diasosiakan
dengan pembangunan masjid. Hal ini bukan berarti membangun masjid di atas tanah
wakaf tidak baik, namun jikalau sudah terdapat masjid yang dapat menampung
banyak jamaah, alangkah baiknya jikalau wakaf digunakan untuk pemberdayaan umat
di bidang lain, misalnya untuk membangun sarana pendidikan seperti sekolah atau
pesantren, membangun sarana kesehatan seperti rumah sakit atau klinik, juga
membangun fasilitas sosial seperti rumah singgah.
Namun sayangnya,
mayoritas masyarakat Indonesia masih berpikiran bahwa tanah untuk wakaf
seyogyanya untuk dibangun tempat ibadah seperti musholla, masjid, atau makam.
Hal ini bisa terjadi karena kemungkinan besar dipicu pemikiran bahwa penggunaan
tanah wakaf sebagai tempat ibadah akan mendatangkan pahala yang lebih banyak. Atau
pilihan penggunaan tanah wakaf menjadi makam dirasa paling mudah, karena tidak
perlu memikirkan untuk membuat bangunan atau semacamya di atas tanah wakaf
tersebut.
Padahal, wakaf untuk
pemberdayaan umat di bidang pendidikan, sosial, ekonomi, dan kesehatan juga
sangatlah penting. Dan tentunya pahala menyediakan sarana pendidikan,
kesehatan, juga sosial ekonomi pahalanya tidak kalah besar dengan pahala
membangun masjid.
Mengenal
Lebih Dalam Tentang Wakaf Produktif
Membincang wakaf
produktif memang belum terlalu familiar bagi masyarakat di Indonesia, karena
selama ini masyarakat hanya disuguhi pengetahuan mengenai wakaf sebatas untuk
hal-hal yang berkaitan dengan peribadatan sehari-hari. Padahal, pengelolaan wakaf produktif ini tak
hanya akan meningkatkan kemandirian umat, namun juga bisa mensejahterakan umat
menuju ke keadaan yang lebih baik.
Lalu, apa sebenarnya
wakaf produktif itu?
Wakaf produktif
merupakan sebuah sistem pengelolaan wakaf yang berasal dari umat, kemudian dari
wakaf tersebut dikelola hingga dapat memberikan hasil lebih yang dapat
digunakan secara berkelanjutan, tak hanya untuk kebutuhan pengelolaan harta
wakaf, namun juga digunakan untuk kemaslahatan umat.
Sebenarnya wakaf
produktif ini sudah diterapkan sejak zaman Rasul, dimana Umar bin Khathatb
mewakafkan kebunya di Khaybar, lalu kebun tersebut dikelola dan hasilnya
digunakan untuk kepentingan umat.
Kendala
dan Tantangan Wakaf Produktif
Saat ini, wakaf
produktif belum dijalankan secara maksimal di Indonesia. Ada beberapa kendala
dan tantangan kenapa hal ini bisa terjadi.
-
Persepsi Masyarakat Tentang Wakaf
Wakaf produktif adalah
bagaimana mengelola wakaf sedemikian rupa sehingga mendapatkan surplus yang
nantinya bisa digunakan untuk kepentingan umat yang lebih besar. Namun, dalam
persepsi masyarakat hal ini dianggap melenceng dari pakem wakaf pada umumnya.
Seorang wakif yang
hendak berwakaf tentunya akan membacakan ikrar wakaf saat menyerahkan harta
wakaf. Berdasarkan UU No. 41 Tahun 2004 menyebutkan bahwa penggunaan tanah
wakaf harus sesuai dengan yang disepakati.
Nah, untuk di Indonesia
sendiri, tujuan yang disepakati dalam hal pemanfaatan harta wakaf seringkali
hanya berkisar untuk pembangunan masjid, madrasah, dan makam saja. Hal ini
tentunya menjadi kendala untuk bisa dialihkan ke wakaf produktif.
Masih banyak masyarakat
yang berpikiran bahwa wakaf tidak boleh digunakan untuk berbisnis, dan
berpikiran wakaf hanya untuk ibadah, bukan bisnis dan mencari uang, meskipun
bisnis tersebut untuk pemberdayaan umat.
- Kurangnya Sosialisasi Tentang Wakaf Produktif
Pengetahuan masyarakat
tentang wakaf produktif ini terbilang masih minim. Masih banyak masyarakat yang
belum paham jika tanah wakaf boleh diperuntukkan untuk dikelola dengan cara
yang lebih baik namun tetap tujuan untuk kemaslahatan umat, bukan hanya untuk
membangun tempat ibadah, makam, atau madrasah. Oleh sebab itu, dari kementerian
Agama dan Badan Wakaf Indonesia harus memberikan sosialisasi lebih luas hingga
ke masyarakat akar rumput mengenai wakaf produktif ini agar kegiatan wakaf di
Indonesia semakin dapat meningkat harkat dan kesejahteraan masyarakat.
Sosialisasikan juga
pada masyarakat, bahwa saat ini informasi mengenai seluk beluk wakaf dapat
didapatkan dengan mudah melalui website bimasislam.kemenag.go.id dan
literasizakatwakaf.com
-
Nazhir Kurang Profesional
Nazhir di Indonesia terbilang
belum profesional sehingga tidak bisa mengelola wakaf secara optimal. Keberadaan
mereka di tengah masyarakat masih karena kepercayaan masyarakat, bukan karena
profesionalisme, sehingga pengelolaan harta wakaf pun ala kadarnya.
Kunci
Utama Wakaf Produktif
Keberhasilan wakaf
produktif tidak bisa lepas dari peran Nazhir atau pengelola wakaf. Hal ini
karena wakaf bisa terkelola dengan baik ataukah tidak tergantung pada kemampuan
Nazhir untuk mengelolanya sehingga menghasilkan surplus yang dapat digunakan
untuk kemaslahatan umat.
Apabila selama ini
pengelolaan tanah wakaf hanya sebatas pembangunan masjid atau dipergunakan
untuk makam. Maka, tanah wakaf sebenarnya bisa digunakan untuk membangun
pesantren wirausaha yang hasilnya bisa digunakan untuk sarana dan prasarana
pesantren, digunakan untuk pembangunan rumah jasa penyelenggaraan aqiqah, rumah
sakit syariah dan masih banyak wirausaha lainnya yang bisa dilaksanakan. Di mana
nantinya hasil dari pengelolaan wakaf produktif ini dapat digunakan untuk
pengelolaan harta wakaf serta kegiatan yang bermanfaat untuk umat secara
berkelanjutan.
Nah,
kunci utama dari pengelolaan tanah wakaf agar bisa menjadi tanah wakaf yang
produktif terletak pada peran seorang Nazhir.
Berdasarkan UU Wakaf No 41 Tahun 2004, seorang Nazhir, baik
perseorangan, organisasi, maupun badan hukum mempunyai beberapa tugas, salah
satunya adalah menjaga, mengelola, dan mengembangkan harta benda wakaf, sesuai
dengan tujuan, serta fungsi peruntukannya.
Wakaf dan Socio Entrepreuner
Masyarakat Indonesia
masih banyak yang ragu untuk melaksanakan wakaf untuk entrepreneur atau modal
bisnis. Padahal hal tersebut diperbolehkan dan sah. Wakaf memang dapat dikelola dan dimanfaatkan
guna memberdayakan ekonomi umat dengan digunakan sebagai modal usaha yang
bersifat produktif, yang mana hasil dari usaha ini dapat digunakan untuk umat
melalui program pengembangan sosial dan pemberdayaan masyarakat
Muhamad Nuh, Ketua
Badan Wakaf Indonesia, dalam acara Goes to Campus di Universitas Indonesia
tahun 2018 lalu menuturkan bahwa dengan pengelolaan wakaf secara produktif,
wakaf dapat mencetak banyak entrepreuner andal. Hingga ke depannya diharapkan
wakaf dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional.
Selain ke depannya bisa
merekrut Nazhir yang profesional di bidang Socio Entrepreneur, cara lain yang
bisa dilakukan adalah memberikan pelatihan intensif kepada para Nazhir mengenai
pengelolaan wakaf berbasis Socio Entrepreuneur.
Wakaf
Produktif untuk Pemberdayaan Umat di Berbagai Bidang
Wakaf produktif memang dikelola
secara komersial agar dapat memberikan hasil yang lebih. Sehingga nantinya
dapat digunakan untuk pemberdayaan umat yang lebih luas di berbagai bidang.
a.
Pemberdayaan Sosial
Hasil dari wakaf
produktif ke depannya bisa digunakan dalam bidang pemberdayaan sosial, seperti
untuk mendirikan rumah jompo, rumah yatim piatu, rumah singgah untuk para
difabel, atau membantu perbaikan rumah-rumah keluarga miskin dan pra sejahtera.
b.
Ekonomi
Dalam bidang ekonomi,
hasil dari wakaf produktif dapat digunakan untuk membuka lapangan pekerjaan
bagi para fakir miskin, kemudian memberikan pendidikan serta keterampilan untuk
para remaja putus sekolah atau janda miskin. Juga dapat memberikan suntikan
modal untuk para petani dan nelayan miskin.
c.
Pendidikan
Wakaf produktif juga
akan dapat membantu pemberdayaan di bidang pendidikan, seperti membantu
rehabilitasi sekolah dan madrasah, memberikan beasiswa, atau untuk menggaji
guru di daerah terpencil.
d.
Kesehatan
Sedangkan di bidang
kesehatan, hasil dari wakaf produktif dapat dipergunakan untuk mendirikan rumah
sakit Islam, puskesmas, rumah bersalin, atau memberikan imunisasi serta makanan
tambahan bagi keluarga yang tidak mampu.
Dari uraian di atas mengenai tanah wakaf agar bisa dikelola secara
produktif sehingga dapat memberdayakan umat, maka diperlukan sinergi dari
berbagai pihak, baik itu dari pemerintah diwakilkan oleh Kementerian Agama,
Badan Wakaf Indonesia, hingga Nazhir yang mengelola secara langsung tanah
wakaf.
Sosialiasi perihal wakaf pun harus lebih digencarkan, termasuk
pemberian informasi bahwa bagi masyarakat yang ingin mengetahui lebih lanjut
mengenai seluk beluk wakaf, dapat dengan mudah mengaksesnya melalui ponsel atau
komputer di website bimasislam.kemenag.go.id dan
literasizakatwakaf.com
Dengan adanya sinergi dari berbagai pihak, diharapkan, tanah wakaf
di Indonesia bisa dikelola lebih produktif dan dapat menyangga serta
menyejahterakan umat dalam lingkup yang lebih luas. (Richa Miskiyya).
IG: @richamiskiyya
FB: Richa Miskiyya
Twitter: @richamiskiyya
Referensi:
Dahlan,
Rahmat. 2016. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Analisis Kelembagaan Badan Wakaf
Indonesia. Universitas Prof. Dr. Hamka http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/esensi
Furqon,
Ahmad. 2014. Kompetensi Nazhir Wakaf
Berbasis Social Entrepreneur. Jurnal Penelitian. IAIN Walisongo. Semarang.
http://www.bwi.or.id/index.php/ar/component/content/article/80-database-dan-potensi-wakaf.html
https://ekbis.sindonews.com/read/789093/34/pemerintah-dorong-pengelola-wakaf-miliki-jiwa-entrepreneur-1380536236 (diakses 18 Oktober 2019)
https://money.kompas.com/read/2019/09/27/201410426/potensi-besar-wakaf-produktif-belum-tersosialisasi-dengan-baik. (diakses 18 Oktober 2019)
Muhammad
Nuh: https://politik.rmol.co/read/2018/05/26/341539/Wakaf-Produktif-Bisa-Lahirkan-Enterpreneur-Handal-. (diakses 18 Oktober 2019)
Posting Komentar