Sembilan belas bulan
lalu, tepatnya tanggal 20 Februari 2017, saya melahirkan seorang bayi cantik
melalui proses operasi caesar. Langkah operasi ini memang harus diambil, bukan
karena kondisi bayi saya yang tidak stabil, tapi justru karena kondisi mata
kanan saya yang mengalami miopi lebih dari -14. Ya, kamu gak salah baca kok,
memang setinggi itu minus mata saya, dan akhirnya dokter pun memberikan
warning, agar saya melahirkan dengan cara operasi agar syaraf mata saya yang
sudah tipis tidak putus saat mengejan. Akhirnya, di tanggal itu, selepas maghrib,
Ayya lahir ke dunia dalam keadaan lengkap, sempurna, dan tidak ada indikasi
medis apapun, alhamdulillah.
My Little Family |
Seperti halnya orangtua
baru, saya dan suami baghu membahu menjaga si kecil, dari mulai kurang tidur,
hingga drama ASI minim dirasakan. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan,
hingga akhirnya Ayya berusia 4 bulan. Saya bersyukur di usia tersebut, Ayya
sudah bisa tengkurap, namun ternyata satu bulan berikutnya rasa kecemasan mulai
mendera.
Sebagai ibu milenial
yang baik, saya rutin mengecek milestone perkembangan Ayya, hingga kemudian saya
merasa ada sesuatu yang salah dengan si kecil, motorik kasarnya tidak
berkembang sesuai usianya. Kecemasan ini bertambah nyata ketika anak tetangga
yang lahir 2 hari sebelum Ayya, sudah mulai belajar duduk. Lalu Ayya?
Menegakkan tubuh saat digendong saja masih susah.
Mungkin, saya memang
terlihat egois karena seharusnya saya tidak boleh membandingkan si kecil dengan
anak lain. Tapi saya memiliki dasar yang kuat ketika perkembangannya tidak
sesuai milestone.
Saya mengungkapkan
kecemasan saya itu pada suami, tapi suami bilang Ayya sehat dan baik-baik saja.
Suami terus bilang bahwa saya tidak perlu khawatir. Tapi kecemasan itu tak bisa
hilang, saya merasa feeling saya sebagai ibu ketika merasakan ada sesuatu yang ‘salah’
ini memang benar.
Kecemasan
yang Bertumbuh
Kecemasan itu perlahan
terbukti, hingga usia 8 bulan, Ayya belum juga bisa duduk, sedangkan bayi lain
seusianya mungkin sudah belajar merangkak atau merambat ke dinding. Tak hanya
itu, keterlambatan lainnya pun terlihat dari giginya yang juga belum tumbuh.
Saya pun mencoba
browsing di dunia maya untuk mencari tahu, apa yang harus saya lakukan untuk
membantu Ayya berjalan duduk, hampir semua artikel menyarankan untuk pergi ke
dokter spesialis anak dan kemudian mendapat rujukan ke fisioterapi. Hingga
akhirnya suami mengajak saya untuk datang ke dokter keluarga agar mendapat
rujukan ke dokter spesialis anak melalui BPJS.
Sesampainya ke dokter
keluarga, ternyata dokter tersebut tidak mau memberi rujukan karena menganggap
anak saya baik-baik saja, kami suruh menunggu hingga Ayya berusia 1 tahun untuk
duduk. What?! Rasanya saya ingin menangis di ruangan dokter saat itu.
Kami pulang dari dokter
keluarga dengan tangan hampa. Suami menenangkan saya dan mengajak saya bersabar
menunggu perkembangan anak saya hingga usia 10 bulan. Perasaan saya bukan lagi
cemas, tapi perlahan berubah menjadi ketakutan. Saya browsing lagi tentang
biaya mandiri untuk pergi ke dokter anak dan fisioterapi. Belum lagi biaya
bolek balik pergi ke Rumah Sakit di kota. Bagi saya dan suami, mahal banget,
apalagi ketika itu penghasilan saya dan suami jika digabungkan, tidak lebih
dari 500.000/bulan. Saat itu, air mata saya mengambang dan menatap nanar saat
melihat ke laptop. Apa yang harus saya lakukan?
Saat Ayya berusia 9
bulan, Ayya belum juga bisa duduk, bahkan didudukkan saja masih loyo ke kanan
dan ke kiri. Pada saat itu, ada sedikit angin segar, ada saudara yang
mengatakan bahwa ada dukun pijat anak yang sudah terkenal bisa membantu anak
cepat berjalan. Tanpa pikir panjang, saya dan suami mencoba datang ke dukun
pijat tersebut meski harus menempuh jarak 30 km. Jauh memang, tapi untuk biaya,
tentu saja jauh lebih murah daripada ke dokter spesialis anak.
Seminggu sekali, saya
dan suami mengantar Ayya ke dukun pijat tersebut, sudah satu bulan berlalu,
hingga Ayya berusia 10 bulan, tapi belum juga ada tanda-tanda perkembangan yang
berarti.
Hingga suatu hari, saya
mengatakan pada suami bahwa kami harus segera ke dokter spesialis anak, soal
biaya urusan belakangan, yang penting Ayya bisa mengejar perkembangannya.
Saya ingat betul, di
tanggal 23 Desember 2017, saya membawa Ayya ke dokter spesialis anak di salah
satu rumah sakit swasta di Semarang. Di satu sisi saya cemas dengan diagnosa
dokter nantinya, tapi di sisi lain, saya lega Ayya akan mendapat penanganan
yang tepat.
Masuk di ruang dokter,
Ayya mulai diperiksa, dokter menyatakan jika Ayya memang mengalami
keterlambatan motorik kasar, tapi untuk tulang dan lainnya semuanya bagus. Saya
kemudian bertanya pada dokter apa penyebabnya? Dokter mengatakan Ayya terlalu
banyak digendong sehingga ia malas bereksplorasi.
“What?!” Saya berteriak,
tentu saja dalam hati. Hal yang saya anggap bisa meningkatkan bonding antara
ibu dan anak, ternyata bisa berakibat fatal seperti ini. Apalagi di keluarga
besar saya yang tempat tinggalnya berdekatan, bukan hanya saya dan suami saya
yang suka menggendong Ayya, tapi juga kakek, nenek, om, tante, yang kalau
dijumlahkan bisa lebih dari 7 orang. Oh my God!
Dokter pun tidak
menyarankan untuk fisioterapi di rumah sakit, karena selain mahal, juga tidak
bisa maksimal. Dokter mengajari saya dan suami cara melatih Ayya agar cepat
duduk, dengan memposisikan dia dalam posisi merangkak, dilakukan minimal 8 jam
setiap harinya. Kata dokter, jika rutin, tidak sampai sebulan, Ayya sudah akan
bisa duduk.
Saya dan suami pun
mulai rutin melatih Ayya, hingga tepat 3 minggu sejak kedatangan kami ke
dokter, Ayya sudah bisa duduk sendiri. Selanjutnya saya mulai menanti
perkembangan-perkembangan lainnya dari Ayya.
Belajar duduk |
Saat Ayya tepat berusia
1 tahun (20 Februari 2018), Abi Ayya mendapat SK pengangkatan sebagai dosen
sebuah kampus negeri di luar kota. Kami sangat bersyukur dan mengatakan jika
ini adalah rezeki Ayya.
Akhirnya, saya dan
suami harus menjalani Long Distance Marriage dan pulang ketika weekend, meski
begitu kami ikhlas, karena inilah yang terbaik.
Langkah
Pertama Ayya
Untuk mengobati rasa
rindu dengan suami juga agar suami tahu perkembangan Ayya, saya kerap mengirim
video-video Ayya juga tiap hari kami melakukan video call. Beragam foto dan
video perkembangan Ayya di dalam ponsel menjadi saksi kegigihan kami untuk
memberikan yang terbaik bagi Ayya.
Hingga perlahan tapi
pasti, Ayya mulai mengejar perkembangannya. Ayya mulai merangkak di usia 13
bulan, merambat di usia 14 bulan, dan akhirnya kami bisa melihat langkah tegak
pertama Ayya di usia 15 bulan lebih 3 hari, tanggal 28 Mei 2018.
Langkah Pertama Ayya |
3 minggu langkah kecilnya |
Melangkah Bersama Abi |
Saya mengirimkan video
dan foto detik-detik berjalannya Ayya pada suami yang sedang berada di luar
kota. Suami menangis haru, kami pun mulai mengingat dan bernostalgia mengenang
perjalanan kami dengan sepenuh usaha, doa dan air mata untuk membantu mengejar
perkembangan Ayya selama berbulan-bulan. Sehat selalu, sayangnya Abi dan Umma (*)
aaahh melting banget bacanya mbak
BalasHapusSalam buat dek Ayya yah. Namanya mengingatkanku sama ponakanku skrg udah kelas 1 SD hee
Meski jauh disana suami mbaknya tetap bisa tahu perkembangan si kecil yah mbak
Huawei Nova 3i emang cakep buat komunikasi mbaknya sama masnya yah
Smoga terwujud impiannya memiliki Smartphone Huawei Nova 3i yah mbak
Good Luck
Salam kenal dari Bumi Jember ^_^
Aku nangis twiiinnn. Terharu. Perjuangan banget. Hebqt dedek Ayya.
BalasHapussungguh ngeri perjuangannya mbk icha dan mamas suami,
BalasHapushuwai emang mantabe
Begitu lancar jalan, wuuuush....langsung berlarian ke sana kemari :D :D
BalasHapusSehat-sehat ya, Ayyaaaa. Kalo ke Bandung lagi, mesti ketemuan loh ya :D
Begitu udah bisa lari-lari. Capek deh ngejar-ngejarnya. 😆
BalasHapus