Judul Buku : Assalamualaikum Beijing!
Penulis : Asma NadiaPenerbit : Asma Nadia Publishing House
Halaman : viii + 360 halaman
Tahun : Cetakan III, Februari 2014
ISBN : 978-602-9055-25-2
Peresensi : Richa Miskiyya*
Di antara rembulan yang tersembunyi dalam gelap dan gemerisik angin yang datang dari kejauhan, ke mana akan kubisikkan cinta?’
Cinta merupakan
anugerah yang dapat dirasakan setiap manusia, seringkali cinta datang tanpa
diduga, namun tak jarang untuk meraih cinta ada banyak liku yang harus
dihadapi. Manusia selalu punya harapan besar untuk meraih cinta dengan jalan
yang mudah, namun manusia hanya memiliki rencana, sedangkan kepastian tetap
dalam kuasa Yang Maha Esa.
Perjalanan hati memang tak selamanya sesuai keinginan, selalu ada kerikil atau batu sandungan yang menghadang, tentang godaan nafsu yang bisa menggoyahkan iman, juga tentang kesetiaan yang harus dipertaruhkan. Hingga selalu ada pertanyaan, masihkah ada kesetiaan di dunia ini?
Pertanyaan tentang kesetiaan inilah yang harus dihadapi oleh Asmara, tokoh utama dalam novel Assalamualaikum Beijing! Karya Asma Nadia. Kisah dalam novel ini memunculkan pertanyaan-pertanyaan sekaligus jawaban kehidupan, tentang keimanan, kerinduan, kesetiaan, juga tentang harapan.
Pada bab-bab awal novel ini menjadi bagian pengenalan tokoh serta konflik yang menjadi pemantik cerita. Bagaimana konflik para tokoh dijalin apik dengan porsi yang tepat, sehingga para tokoh di dalamnya terasa hidup dengan ungkapan emosi yang mampu membuat pembaca masuk ke dalam kerumitan hidup tokoh Asmara.
Asmara, sosok perempuan sederhana yang ceria, tiba-tiba harus dihadapkan pada keadaan yang membuat semua mimpi indahnya tentang pernikahan hancur seketika. Lebih menyakitkannya lagi, yang menghancurkan impiannya itu adalah Dewa, calon suaminya sendiri, lelaki yang sebelumnya selalu membuatnya tersenyum di kala duka.
Asma – nama kecil Asmara- kemudian dihadapkan pada dinding pengkhianatan yang menjulang, hingga membuatnya harus takhluk dan mengambil keputusan, pergi dari sisi Dewa agar lelaki itu bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Mengambil keputusan besar dengan mengorbankan semua harapan dan impian bukanlah sesuatu yang mudah bagi Asma. Ia harus meyakinkan dirinya bahwa apa yang dilakukannya sudah tepat, mengikhlaskan Dewa untuk menjadi suami wanita lain serta menjadi ayah dari janin yang dikandung perempuan itu (halaman 65).
Demi menghapus duka di hatinya, Asma akhirnya menerima tawaran pekerjaan dari kantornya untuk melakukan liputan ke Beijing. Awalnya, Asma menganggap ini adalah perjalanan dinas sekaligus liburan semata, hingga kemudian ia bertemu dengan Zhongwen, lelaki berahang kukuh serta pemilik senyum serupa matahari.
Ketika mendengar Asma menyebutkan namanya, pikiran Zhongwen langsung tertuju pada Ashima, sosok putri jelita dalam legenda cinta dari daratan China.
Pertemuan singkat antara Zhongwen dan Asma di bus Bandara, membuat Zhongwen merasakan ada sesuatu yang berbeda, suatu perasaan yang membuat Zhongwen ingin lebih mengenal sosok Asma. Hingga kemudian takdir kembali mempertemukan mereka di Masjid Niujie, salah satu masjid tertua di Xuanwu Distrik (halaman 95).
Tanpa diminta, Zhongwen dengan rela hati menemani Asma untuk berkeliling menyusuri Hutong seraya bercerita tentang legenda cinta Ashima dan Ahei. Sebuah legenda cinta tentang pengorbanan dan kesetiaan.
Dialog dengan Zhongwen berlanjut setelah Asma kembali ke tanah air. Mereka masih rutin bercakap –cakap melalui beberapa instant messenger dan skype. Sesekali Zhongwen mengejutkannya dengan kiriman teks di ponsel, menelepon atau mengiriminya kartu pos dengan gambar-gambar indah negeri China (halaman 125).
Sekar, sahabat dekat Asma begitu bahagia ketika mendengar cerita tentang Zhongwen dan berharap jika Zhongwen adalah jodoh terbaik bagi Asma. Namun, Asma tak ingin berpikiran terlalu jauh, selain karena masih ada keraguan dalam hati Asma tentang cinta, juga karena ia harus menghadapi penyakit yang diam-diam menggerogoti tubuhnya, Antiphospholipid Syndrome, sindrom pengentalan darah yang bisa mengakibatkan gangguan di organ-organ vital tubuhnya.
Meraih sesuatu bisa jadi cukup mudah, namun ketika sudah mendapatkannya, masihkah ada kesetiaan yang mampu untuk dijaga? Hal inilah yang coba dicari tokoh Asmara, sebuah pencarian hati tentang makna kesetiaan sejati.
Novel ini memberikan inspirasi tentang harapan dan semangat kehidupan, sebab begitu manusia mengangkat wajah dan melihat ke sekililing, ada banyak harapan dan berlimpah karunia yang mustahil untuk dihitung.
Cinta Bermuara Setia
Seperti tercantum dalam
judulnya, Assalamualaikum Beijing!. Latar kisah novel ini selain di Indonesia
juga di negeri Tirai Bambu. Hal ini menjadi
keistimewaan tersendiri bagi novel ini, ditambah lagi, dalam novel ini juga
tersaji legenda cinta tentang Ashima dan Ahei, juga tentang Meng Jiang Nv dan
Fan Xi-liang yang berjuang demi kesetiaan cinta pada pasangan.
Bukan hanya kesetiaan cinta antara dua insan manusia, kesetiaan dan cinta sahabat Nabi, Mush’ab bin Umar pada agama Allah pun menjadi embun penyejuk yang melengkapi kisah kesetiaan sejati dalam novel ini.
Novel ini menjadi sebuah sketsa kehidupan yang seringkali dialami manusia, tentang cinta dan harapan yang selalu berkaitan erat dan sulit dipisahkan. Hal ini tercermin dalam sikap Asma yang terus menjaga harapannya untuk membahagiakan ibu yang dicintainya meski sindrom akut menggerogoti tubuhnya, juga Zhongwen yang setia menjaga harapannya jika suatu ketika dapat berjumpa kembali dengan Asma yang jaraknya terentang samudra.
Tak hanya pesan untuk berani bangkit dari keterpurukan, tapi dalam novel ini juga sarat akan pesan untuk terus menjaga keimanan, karena cinta yang bermuara setia adalah cinta yang berselimutkan iman kepada Tuhan.(*)
*Richa Miskiyya, penikmat novel, tinggal di Grobogan
Resensi
ini diikutsertakan dalam lomba resensi buku karya penulis FLP
(Milad
FLP Ke-18)
Posting Komentar