Judul Buku : Pasukan Matahari
Penulis : Gol A Gong
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Halaman : 368 halaman
Tahun : Cetakan Pertama, September 2014
ISBN : 978-602-1614-43-3
Peresensi : Richa Miskiyya*
‘Bahwa
cinta datang kepada kita, tanpa bertanya soal jati diri. Maka peluklah cinta.
Dia datang dari muasal, diri kita sesungguhnya’
Perbedaan merupakan
keniscayaan di dunia ini, Tuhan menciptakan manusia berbeda rupa, berbeda suku,
dan berbeda budaya untuk saling kenal-mengenal. Akan tetapi seringkali manusia
menciptakan perbedaan dengan jarak terlalu lebar, tentang kaya dan miskin,
tentang cantik dan buruk rupa, atau tentang pejabat dan rakyat jelata.
Perbedaan status sosial
dan pangkat ini kerap menjadikan suatu kelompok menjadi tersisih dan merasa
menjadi yang termarginalkan hingga akhirnya menyingkir pelan-pelan. Benarkan
perbedaan menjadi suatu batu sandungan untuk meraih masa depan? Atau perbedaan
itu justru menjadi pijakan jembatan untuk meraih impian?
Hidup sebagai orang
‘berbeda’ inilah yang harus dijalani oleh Doni, tokoh utama dalam novel Pasukan
Matahari ini. Perjalanan hidup yang tak mudah sebagai seorang lelaki yang tak
sempurna dari segi fisik, bukan dalam hal ketampanan, melainkan karena Doni
harus merelakan tangan kirinya diamputasi karena sebuah kecelakaan ketika ia
bermain saat masih kecil.
Pada bab-bab awal novel
ini dimulai dengan mengisahkan Doni dewasa yang bekerja sebagai wartawan. Ia
dan keluarganya berencana untuk pergi ke anak gunung Krakatau, menepati janji
bertemu dengan sahabat-sahabat masa kecilnya. Namun, sebelum ke anak Gunung
Krakatau, Doni ingin napak tilas perjalanan hidupnya, kembali ke Kampung Menes,
tanah kelahirannya
Di awal novel,
diceritakan bahwa Doni memiliki keluarga yang bahagia dengan karir yang bagus
di bidang penulisan, jika dibayangkan sungguh hidup yang sempurna. Namun,
ketika masuk ke bab-bab selanjutnya barulah terbentuk garis merah cerita,
sebuah perjuangan di tengah keterbatasan.
Demi menepati janji
puluhan tahun silam untuk mendaki anak Gunung Krakatau, Doni rela resign dari pekerjaannya sebagai
wartawan untuk bertemu dengan Pasukan Semut dan Empat Matahari, sahabat-sahabat
di masa kecilnya (halaman 44).
Sebuah perjalanan
memang tidaklah mudah, ada banyak halangan dalam perjalanan Doni kembali ke kampung
halaman, akan tetapi hal tersebut tak menyurutkan semangatnya.
Sesampainya Doni dan
Keluarganya di rumah masa kecilnya, kenangan Doni kembali berkejaran. Kisah
tentang pohon seri di halaman rumah pun bergulir. Sebuah pohon berusia puluhan
tahun yang menjadi titik balik kehidupan Doni hingga ia harus kehilangan satu
tangannya.
Ya, sebuah kenakalan
semasa kanak-kanaknya dulu membuat tangan Doni patah hingga akhirnya harus
diamputasi. Pasukan Semut, kelompoknya bersama tujuh sahabatnya menjadi saksi
mata tragedi di sore hari itu. Semua berpikir segalanya akan baik-baik saja,
hingga dokter memvonis jika tangan Doni harus segera diamputasi atau Doni tak
akan memiliki umur panjang. (halaman 181).
Menyadari jika anaknya
kehilangan satu tangan, membuat ayah dan ibu Doni sangat terpukul dan menyesal
karena merasa tak bisa menjaga anaknya dengan baik. Doni pun merasakan hal yang
serupa, dalam benaknya ada banyak ketakutan. Ia takut diolok-olok, ia takut tak
bisa menjadi pilot seperti mimpinya, dan ia takut jika tak bisa bermain
bersama-sama lagi dengan sahabat-sahabatnya di Pasukan Semut.
Namun, kekhawatiran
Doni mulai sirna, ketika ia satu kamar dengan Ujer, Herman, dan Yayat di rumah
sakit. Ujer, Herman, dan Yayat juga harus rela kehilangan salah satu anggota
tubuhnya di masa kanak-kanak mereka.
Ujer, Herman, Yayat,
dan Doni akhirnya bersahabat erat dan membentuk kelompok bernama Empat Matahari.
“Kita berempat ini walaupun tubuh kita
cacat, tapi otak kita menyinari dunia.” (halaman 207).
Perlahan tapi pasti,
kepercayaan diri Doni pun kembali bangkit, apalagi ketika Pasukan Semut datang
ke rumah sakit dan tetap menganggap Doni sebagai sahabat. Pasukan Semut dan
Empat Matahari pun kemudian mengucap ikrar bersama jika mereka akan berusaha
untuk menggapai mimpi mereka masing-masing dan mereka suatu hari kelak akan
bertemu kembali setelah semua mimpi-mimpi mereka tercapai.
Semangat
Mengejar Mimpi
Doni awalnya
bercita-cita menjadi pilot agar bisa keliling dunia, tapi kemudian ia harus
pasrah ketika satu tangannya harus diamputasi. Namun, ia tetap berjuang keras
untuk menjadi pintar sehingga tetap bisa keliling dunia seperti mimpinya.
Dalam novel ini
perjalanan dan semangat yang dimiliki Doni tak hanya tercermin dari kekuatan
para sahabat, akan tetapi juga kekuatan orang tuanya yang tetap tabah dan
berusaha menyemangati dan menemani Doni mencari kelebihan yang dimilikinya.
Bagaimana ayahnya mengajarinya bermain bulu tangkis juga menyediakan
perpustakaan kecil untuk menghalau kesedihan anaknya. Tuhan memang Maha Adil,
ketika seseorang kehilangan sesuatu, Tuhan akan menggantinya dengan sesuatu
yang lain yang lebih baik.
Novel ini memanglah
masuk dalam kategori buku fiksi, akan tetapi novel ini juga menjadi semacam
autobiography oleh Gol A Gong yang juga memiliki ketidaksempurnaan di tangan
kirinya. Membaca Pasukan Matahari layaknya membaca kisah hidup penulisnya
sendiri yang penuh inspirasi.(*)
*Richa Miskiyya,
penikmat novel, tinggal di Grobogan
Posting Komentar