Oleh : Richa Miskiyya
Nana hari ini berangkat sekolah dengan senyum ceria, di tangannya tergenggam tumpukan kertas warna-warni. Kertas-kertas itu adalah undangan pesta ulang tahunnya yang akan dirayakan lusa, hari Minggu.
Sesampainya di sekolah, bel masuk belum berbunyi. Nana pun segera membagikan undangan yang ia bawa kepada teman-teman sekelasnya di kelas VI B.
“Datang ke pesta ulang tahunku, ya,” ujar Nana sambil membagikan undangan.
“Wah, makasih, Nana. Kita pasti datang,” ucap Winda yang tengah berkumpul dengan teman-teman yang lain di bangku belakang.
Setelah semua undangan selesai dibagikan, Nana pun menuju bangkunya di deretan nomer dua dari depan. Teman-teman yang menerima undangan dari Nana terlihat gembira, namun saat melihat Fifi, teman sebangkunya, Nana tidak melihat kegembiraan seperti teman-temannya yang lain.
“Fi, kamu kenapa? Tidak suka menerima undangan dariku, ya?” tanya Nana.
Fifi yang ditanya seperti itu hanya menggeleng.
“Lalu kenapa?”tanya Nana lagi.
Aku teringat dengan Vira, adikku.
“Vira kenapa? Sakit?”
“Bukan, Vira lima hari lagi ulang tahun dan dia ingin sekali ulang tahunnya dirayakan, ia juga merengek minta dibelikan kue ulang tahun. Tapi kamu tahu keadaan keluargaku bukan? Keluargaku hidup sederhana dan tidak punya cukup uang untuk membuat pesta ulang tahun untuk Vira,”jelas Fifi.
Nana terdiam, ia jadi teringat rengekannya pada Papa dan Mama seminggu yang lalu untuk membuat pesta ulang tahun untuknya dan meminta hadiah sepeda baru, padahal sepedanya masih bagus karena memang jarang ia gunakan.
Nana kenal baik dengan Vira. Vira adalah adik Fifi yang sekarang duduk di kelas III di sekolah yang sama dengan Nana dan Fifi. Vira pun bersahabat dengan adik Nana yang bernama Mita karena mereka sama-sama duduk di kelas III.
----- ----- -----
Sesampainya di rumah, Nana langsung menuju ke dapur. Dilihatnya Mama dan Mbok Yah sedang mengelap piring dan gelas yang akan digunakan besok.
Setelah mencium tangan Mama, Nana pun segera duduk di samping Mama.
“Kok anak Mama sedih? Kenapa sayang? Mama dan Papa kan sudah menuruti keinginan Nana untuk merayakan ulang tahun, kok masih sedih?” Nana masih tetap diam tak menjawab pertanyaan Mama.
“Kenapa sayang? Nana mau minta hadiah apa selain sepeda?” tanya Mama penuh sayang. Nana dan Mita adiknya memang berasal dari keluarga berada, sehingga mau minta apapun pasti dituruti oleh Mama dan Papanya.
“Ng...Nana gak mau hadiah sepeda, Ma. Nana mau minta hadiah lain,” ucap Nana.
“Memangnya Nana mau minta apa? Baju baru, sepatu baru, atau boneka?” tanya Mama sambil tetap mengelap piring.
Nana menggelangkan kepalanya. Mama yang melihat gelengan kepala Nana pun mengerutkan dahi, bingung.
“Lho, tadi katanya mau minta hadiah? Kok malah geleng-geleng?”
Nana pun mendekati Mamanya dan membisikkan sesuatu di telinga Mama. Mendengar keinginan Nana, Mama mengerutkan dahinya.
“Boleh ya, Ma?”rajuk Nana.
Mama pun akhirnya tersenyum, “Iya, Sayang. Boleh banget...,” jawab Mama.
“Papa gimana, Ma? Setuju gak ya?” tanya Nana bimbang.
“Papa pasti setuju sayang, biar nanti Mama yang bicara ke Papa.”
“Makasih, Ma,” Nana pun langsung memeluk dan mencium pipi Mamanya saat tahu keinginannya dikabulkan.
----- ----- -----
Esok harinya di sekolah,
“Fi, besok Vira diajak ke pesta ulang tahunku juga ya,” kata Nana pada Fifi saat jam istirahat.
“Tapi Na...”
“Nggak ada tapi-tapian, kalian gak perlu bawa kado. Kalian sudah aku anggap seperti saudara, jadi datang ya, jangan lupa ajak Vira juga,” ucap Nana.
Fifi pun tersenyum mendengar ucapan Nana. “Iya, Na. Besok aku ajak adikku ke pesta ulang tahunmu.”
----- ----- -----
Hari minggu yang ditunggu-tunggu Nana akhirnya datang juga. Ruang tamu sudah dihiasi dengan aneka balon dan kertas warna-warni. Kue dan makanan pun sudah disiapkan.
Teman-teman Nana sudah banyak yang berdatangan, tapi acara belum juga dimulai.
“Acaranya mau dimulai kapan, Kak?” tanya Mita yang sudah tak sabar.
“Bentar, Dek. Nunggu Fifi sama Vira,” jawab Nana.
Akhirnya tak berapa lama, yang ditunggu pun datang. Papa pun segera memberikan sedikit sambutan dan ucapan terima kasih. Setelah Papa memberikan sambutan, Nana pun ikut memberikan sambutannya.
“Terima kasih untuk teman-teman yang sudah mau datang ke pesta ulang tahunku. Sebenarnya ini nggak cuma pesta ulang tahunku saja, tetapi juga pesta ulang tahun Vira, adiknya Fifi yang akan berulang tahun tiga hari lagi. Jadi untuk Vira, sini maju ke depan,” Fifi dan Vira pun kebingungan, mereka tak tahu jika Nana juga membuat pesta untuk Vira.
Pesta berlangsung meriah, tak hanya teman sekelas Fifi dan Nana yang datang, tapi teman-teman sekelas Vira dan Mita juga datang. Ternyata Nana juga menyebarkan undangan untuk teman-teman sekelas Vira dibantu adiknya, Mita.
Vira pun maju ke samping Nana malu-malu ditemani Fifi dan diiringi tepukan tangan yang meriah. Nana memang sengaja ingin memberi kejutan untuk Fifi dan Vira yang ingin ulang tahunnya dirayakan. Akhirnya Nana pun mengganti permintaan hadiah sepedanya dengan permintaan untuk merayakan ulang tahun bersama dengan Vira.
Vira pun terharu ketika melihat kue ulang tahun di depannya dihiasi namanya dan nama Nana. Mereka pun meniup lilin dan memotong kue ulang tahun berdua.
Tak henti-hentinya Vira menebar senyuman, ia terlihat sangat gembira karena ulang tahunnya bisa dirayakan. Nana pun sangat bahagia sekali karena ia bisa berbagi kebahagiaan bersama Vira di hari ulang tahunnya. Di akhir pesta, Papa pun memimpin do’a untuk Nana dan Vira.
Kini Nana sadar, ulang tahun bukanlah soal kado yang bagus dan mahal, tetapi bagaimana kita harus bersyukur kepada Tuhan dan mau berbagi kepada sesama. Baginya, ini adalah ulang tahun terindah.*
(Dimuat di Yunior-Suara Merdeka, Minggu, 23 Oktober 2011)
(Dimuat di Yunior-Suara Merdeka, Minggu, 23 Oktober 2011)
Posting Komentar